Pendidikan di Jawa: Ketimpangan Kota dan Desa Masih Terasa

Pendidikan adalah hak setiap anak bangsa. Namun kenyataannya, ketimpangan antara akses dan slot neymar88 kualitas pendidikan di Jawa—terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan—masih sangat nyata, bahkan di tahun 2025 ini. Banyak siswa desa masih tertinggal dalam akses pembelajaran, fasilitas, dan kualitas pengajaran dibandingkan rekannya di kota.

Akses dan Infrastruktur yang Tidak Merata

Sekolah di kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya umumnya memiliki gedung yang layak, laboratorium, perpustakaan, serta akses internet dan listrik yang stabil. Sebaliknya, banyak sekolah di desa masih beroperasi dalam kondisi yang jauh dari ideal: ruang kelas rusak, kurangnya peralatan belajar, hingga keterbatasan konektivitas digital. Hal ini membuat proses belajar mengajar menjadi kurang optimal.

Partisipasi Pendidikan yang Jomplang

Angka partisipasi pendidikan mencerminkan disparitas yang signifikan. Di daerah perkotaan, hampir separuh penduduk usia 15 tahun ke atas menyelesaikan pendidikan menengah atas, sedangkan di pedesaan hanya sekitar seperempat saja. Perbedaan ini menunjukkan bahwa banyak siswa di desa berhenti di jenjang SD atau SMP karena berbagai keterbatasan.

Kualitas Guru yang Tidak Merata

Kesenjangan kualitas guru di kota dan desa juga mencolok. Di kota, guru lebih mudah mendapatkan pelatihan, sertifikasi, dan pembaruan ilmu. Sementara di desa, banyak guru harus mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai. Minimnya pelatihan profesional dan insentif membuat distribusi guru berkualitas tidak merata.

Kurikulum yang Kurang Adaptif

Kurikulum yang bersifat sentralistik dan berfokus pada ujian nasional membuat banyak sekolah di desa kesulitan untuk mengembangkan pendekatan belajar yang kontekstual. Keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, literasi digital, dan kreativitas sering kali tidak mendapatkan porsi yang cukup dalam pembelajaran di daerah terpencil.

Dampak Ketimpangan Pendidikan

  1. Kesempatan Hidup Tidak Setara
    Anak-anak dari desa memiliki peluang lebih kecil untuk mengakses pendidikan tinggi dan pekerjaan layak.

  2. Siklus Kemiskinan Berulang
    Minimnya pendidikan berkualitas memperbesar risiko generasi berikutnya terjebak dalam kemiskinan struktural.

  3. Ketimpangan Sosial dan Demokrasi
    Pendidikan yang timpang melahirkan ketimpangan dalam partisipasi sosial, ekonomi, dan politik.

Solusi yang Bisa Diperkuat

Beberapa langkah pemerintah seperti pembangunan sekolah pinggiran, program guru daerah terpencil, dan penguatan literasi digital telah dilakukan. Namun upaya ini belum cukup untuk mengatasi akar permasalahan ketimpangan.

Rekomendasi Strategis

  1. Pemerataan anggaran dan pembangunan sekolah berkualitas hingga ke pelosok desa.

  2. Pelatihan dan pemberian insentif khusus bagi guru yang bertugas di daerah terpencil.

  3. Pengembangan kurikulum yang adaptif dan berbasis lokal.

  4. Pemanfaatan teknologi pembelajaran daring berbasis komunitas.

  5. Pelibatan aktif masyarakat dan sektor swasta dalam program pendidikan lokal.

Ringkasan Perbandingan

Aspek Kota Desa
Infrastruktur Lengkap, digitalisasi tinggi Terbatas, minim akses digital
Partisipasi Tinggi hingga SMA/PT Rendah, banyak berhenti di SMP
Kualitas Guru Terlatih dan tersertifikasi Kurang pelatihan dan terbatas
Metode & Kurikulum Inovatif dan kontekstual Cenderung hafalan dan stagnan
Peluang Masa Depan Lebih besar dan beragam Terbatas dan tidak merata

Ketimpangan pendidikan antara kota dan desa di Jawa tidak bisa diabaikan. Ini bukan sekadar isu regional, melainkan tantangan nasional yang harus diatasi bersama. Masa depan Indonesia sangat ditentukan oleh bagaimana kita memastikan bahwa semua anak—di mana pun mereka tinggal—mendapatkan hak pendidikan yang layak, bermutu, dan berkeadilan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *